Senin, 29 November 2010

Fenomena Kuatnya Pengaruh Kebenaran Al Qur'an

Sejak awal turunnya, Al-Qur’an telah menyihir bangsa Arab, baik mereka yang telah dibukakan hatinya kepada Islam ataupun mereka yang Allah jadikan penghalang pada pandangannya. Apabila kita memperhatikan segolongan kecil orang-orang yang berhasil didakwahi oleh Muhammad secara sendirian di awal Islam, seperti isteri beliau Khadijah, sahabatnya Abu Bakr, anak pamannya Ali, bekas budaknya Zaid, dan yang lainnya, maka kita akan mendapati bahwa Al-Qur’an merupakan agen efektif, atau salah satu dari agen-agen efektif, dalam keimanan generasi awal tersebut, di hari dimana Muhammad dan juga Islam belum memiliki daya dan kekuatan.


Kisah berimannya Umar bin Al-Khaththab dan kisah berpalingnya Al-Walid bin Al-Mughirah merupakan dua contoh dari sekian banyak kisah tentang keimanan dan keberpalingan. Kedua kisah tersebut telah menyingkap adanya ‘sihir’ Al-Qur’an yang dialami oleh bangsa Arab sejak awal Islam. Kedua kisah tersebut juga menjelaskan  tentang ekstensifnya ‘sihir’ dahsyat Al-Qur’an, yang diakui baik oleh kaum beriman maupun oleh kaum kafir.

Adapun tentang kisah berimannya Umar terdapat riwayat yang cukup banyak. Diantaranya ialah riwayat Atha’ dan Mujahid yang dinukil oleh Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Abi Nujaih. Riwayat tersebut menyebutkan bahwa Umar ra berkata,”Dahulu aku sangat jauh dari Islam. Saat itu aku gemar sekali minum khamr. Kami memiliki suatu majelis yang disitu  para lelaki Quraisy berkumpul bersama… Maka suatu saat keluarlah aku untuk menemui mereka di majelis tersebut, namun aku tidak mendapatkan siapa-siapa. Maka aku pun berkata,”Bagaimana seandainya aku mendatangi si Fulan dengan membawa khamr!”. Maka aku pun pergi kesana namun aku tidak mendapatinya. Maka aku pun berkata,”Bagaimana seandainya aku datang ke Ka’bah lalu bertawaf tujuh atau tujuh puluh kali!”. Maka aku pun datang ke Masjidil Haram untuk bertawaf mengelilingi Ka’bah. Saat itu ternyata Rasulullah saw sedang berdiri sholat. Saat itu beliau shalat menghadap ke arah Syam dan menjadikan Ka’bah berada diantara beliau dan Syam. Beliau berdiri diantara dua rukun: Rukun Aswad dan Rukun Yamani. Saat melihatnya aku berkata,”Demi Allah, bagaimana seandainya aku mendengarkan apa yang diucapkan oleh Muhammad untuk satu malam ini saja! Maka aku pun berdiri dan berjalan mendekatinya. Aku mendekat dari arah Hijr (Ismail) sampai aku masuk dibawah kelambu Ka’bah. Tidak ada apa-apa diantara aku dan beliau kecuali kelambu Ka’bah. Ketika aku mendengar Al-Qur’an, hatiku jadi tersentuh sehingga aku pun menangis. Itulah yang menyebabkan aku masuk Islam”.

Terdapat pula riwayat lain yang secara ringkas mengkisahkan sebagai berikut: Suatu saat Umar keluar dengan bergegas sambil membawa pedangnya untuk menghabisi Rasulullah dan para sahabatnya yang diberitakan sedang berkumpul di sebuah rumah di dekat Shafa. Semuanya kira-kira berjumlah empat puluh orang, laki-laki dan wanita.

Di tengah jalan, Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah yang menanyakan tujuan kepergiannya. Maka Umar pun memberitahukan tujuan kepergiannya. Orang-orang Bani Abdi Manaf menakut-nakuti Umar dan menyuruh Umar untuk kembali saja menemui sebagian kerabatnya yakni anak angkatnya Sa’id bin Zaid bin Amr dan saudara perempuannya Fathimah binti Al-Khaththab, karena keduanya telah keluar dari agama lamanya.

Maka Umar pun pergi untuk menemui keduanya. Disana Umar mendengar Khabbab sedang membacakan Al-Qur’an kepada keduanya. Lalu Umar mendobrak pintu kemudian menyerang anak angkatnya Said dan melukai saudara perempuannya Fathimah… Sehabis bercakap-cakap,  Umar mengambil sebuah lembaran Al-Qur’an dan disitu terdapat surat Thaha. Ketika dia membaca beberapa ayat di awal surat tersebut, dia lalu berkata,”Alangkah indah dan mulianya kalimat-kalimatnya!” Kemudian dia pun pergi menemui Nabi saw dan menyatakan keislamannya. Maka Nabi pun bertakbir dan memberitahu sahabat-sahabat dari kalangan keluarganya bahwa Umar telah masuk Islam.

Disamping itu, terdapat pula riwayat yang lain yang rasanya tidak perlu aku kemukakan.

Semua riwayat tersebut bertemu pada satu titik yakni bahwa Umar mendengar atau membaca sesuatu dari Al-Qur’an, dimana itulah yang mendorongnya masuk Islam.

Begitulah kisah Umar bin Al-Khaththab. Adapun tentang kisah keberpalingan  Al-Walid ibn Al-Mughirah, juga terdapat riwayat yang cukup banyak, yang bisa diringkaskan sebagai berikut:

Sesungguhnya Al-Walid bin Al-Mughirah suatu saat telah mendengar Al-Qur’an dan  dia seolah-olah  tertarik dengannya. Maka orang-orang Quraisy berkata,”Demi Allah, Al-Walid telah berpindah agama, dan setiap orang Quraisy juga jangan-jangan akan berpindah agama”. Kemudian mereka membawa Abu Jahl kepada Al-Walid, menggugah kesombongan dan gengsinya atas nasab dan hartanya, lalu meminta Al-Walid untuk mengatakan tentang Al-Qur’an suatu perkataan yang bisa menunjukkan kepada kaumnya bahwa dia tidak suka terhadap Al-Qur’an. Al-Walid berkata,”Lalu aku harus berkata apa tentang Al-Qur’an? Demi Allah, tidak ada seorang pun dari kalian yang lebih paham dariku tentang syair, rajaz, qasidah, atau syair jin (mantra). Demi Allah, Al-Qur’an sama sekali tidak menyerupai semua itu. Demi Allah! Sesungguhnya dalam kalimat-kalimat Al-Qur’an ada kenikmatan dan didalamnya juga ada keindahan yang luar biasa. Sesungguhnya Al-Qur’an akan melindas apa saja yang ada dibawahnya, ia amat tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya”. Maka Abu Jahl berkata,”Demi Allah, kaummu tidak akan ridha sampai engkau mengatakan apa yang kuminta”. Al-Walid berkata,”Kalau begitu, biarkan aku berpikir dahulu”. Setelah berpikir, dia berkata,”Sesungguhnya Al-Qur’an itu tidak lain kecuali sihir yang dilontarkan. Tidakkah engkau lihat bahwa ia telah memisahkan antara seorang lelaki dari keluarga dan kerabat-kerabatnya?”

Mengenai peristiwa ini Al-Qur’an menyebutkan:

((انه فكر وقدر, فقتل! كيف قدر؟ ثم قتل! كيف قدر؟ ثم نظر, ثم عبس و بسر, ثم أدبر واستكبر,

فقال: ان هذا الا سحر يؤثر))

“Sesungguhnya ia berpikir dan menimbang-nimbang, maka celakalah ia! Bagaimana ia menimbang-nimbang? Kemudian celakalah ia! Bagaimana ia menimbang-nimbang? Kemudian ia memandang, lalu muram dan cemberut, lalu berpaling dan menyombongkan diri, lau ia pun berkata,’Sesungguhnya Al-Qur’an itu tidak lain ialah sihir yang dilontarkan”.

Sihir yang dilontarkan, yang memisahkan seseorang dari keluarga, anak-anak, dan kerabatnya… Begitulah perkataan seorang yang berpaling dari Islam, menyombongkan diri untuk ber-islam di hadapan Muhammad, dan terlalu gengsi atas nasab, harta, dan anak-anaknya. Itu sama sekali bukanlah perkataan seorang yang beriman, yang justru akan tumbuh imannya setelah menyaksikan ‘sihir’ Al-Qur’an yang tak terkalahkan tersebut!

Dari sini bertemulah kisah kekufuran dengan kisah keimanan, dalam hal pengakuannya terhadap adanya ‘sihir’ Al-Qur’an! Dua sosok kuat telah bertemu dalam hal pengakuan terhadap adanya ‘sihir’ Al-Qur’an, dimana diantara keduanya terdapat perbedaan sikap. Dada Umar menjadi lapang dan terbuka menerima Islam, sementara Al-Walid justru diliputi oleh kesombongan dan keangkuhan. Masing-masing dari mereka berjalan diatas jalan yang saling bertolak belakang, setelah sebelumnya bertemu di satu titik yakni titik pengakuan terhadap adanya ‘sihir’ Al-Qur’an.

* * *

Sebagian orang kafir saat itu juga suka mengatakan,”Janganlah kalian mendengarkan Al-Qur’an dan abaikanlah ia agar kalian tidak menjadi takluk kepadanya”. Perkataan ini menunjukkan adanya kegentaran pada hati mereka terhadap kekuatan Al-Qur’an. Mereka menyaksikan bahwa pengikut-pengikut mereka telah dan akan tersihir setiap kali mendengar satu atau dua ayat Al-Qur’an, satu atau dua surat Al-Qur’an, yang dibacakan oleh Muhammad atau salah seorang pengikutnya.

Para pemimpin Quraisy secara diam-diam sebetulnya mengakui adanya ‘sihir’ Al-Qur’an. Jika tidak, mereka tentunya tidak akan mengeluarkan seruan sebagaimana diatas.

Mereka juga mengingkari Al-Qur’an dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah dongeng orang-orang terdahulu. Mereka mengatakan

((قد سمعنا, ولو نشاء لقلنا مثل هذا. ان هذا الا أساطير الأولين))

“Sungguh kami telah mendengarkan. Seandainya kami mau maka kami juga akan mengucapkan yang serupa Al-Qur’an. Sesungguhnya Al-Qur’an hanyalah dongeng orang-orang terdahulu”.

Maka Allah pun membalas tawaran mereka dengan berfirman ((قل فأتوا بعشر سور مثله مفتريات)) “Katakanlah (wahai Muhammad):’Datangkanlah sepuluh surat buatan kalian yang serupa dengan Al-Qur’an ini”. ((بسورة مثله قل فأتوا)) “Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Datangkanlah satu surat saja yang serupa dengan Al-Qur’an”…… Namun, mereka ternyata tidak dapat mendatangkan sepuluh surat atau bahkan satu surat saja! Dan mereka memang pada dasarnya tidak pernah mencobanya (karena memang sudah merasa tidak akan mampu), kecuali apa yang dilakukan oleh beberapa nabi palsu sepeninggal Muhammad namun ternyata juga tidak bisa menyamai apalagi menandingi Al-Qur’an.

* * *

Untuk melengkapi pasal ini, kami akan mengemukakan beberapa gambaran yang termuat dalam Al-Qur’an mengenai betapa kuatnya pengaruh Al-Qur’an, terhadap orang-orang yang dikaruniai ilmu dan juga orang-orang yang hatinya luluh oleh Al-Qur’an.

“Sungguh engkau akan mendapati bahwa orang-orang yang paling hebat permusuhannya terhadap orang yang beriman adalah Yahudi dan orang-orang musyrik. Sungguh engkau juga akan mendapati diantara mereka terdapat orang-orang yang sangat mencintai orang-orang yang beriman. Mereka itu mengatakan:’Sesungguhnya kami adalah orang-orang Nasrani’. Yang demikian itu karena diantara mereka terdapat para pendeta dan rahib yang tidak menyombongkan diri. Apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, engkau akan melihat air mata berlinangan mengalir dari mata mereka karena mengetahui kebenaran. Mereka pun mengatakan:’Wahai Rabb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami termasuk kedalam orang-orang yang menyaksikan”. (QS Al-Maidah: 82-83)

Ayat diatas menggambarkan bekas yang sangat kuat pada perasaan tatkala mendengarkan Al-Qur’an. Air mata bercucuran mengalir dari mata mereka karena mengetahui kebenaran.  Ini, tanpa sedikit pun keraguan, benar-benar menunjukkan pengaruh yang kuat dari kebenaran Al-Qur’an. Ayat berikut ini juga memperkuat fenomena tersebut.

“Sesungguhnya orang-orang yang dikaruniai ilmu sebelumnya, apabila dibacakan Al-Qur’an kepada mereka maka mereka segera sujud bersungkur,dan mengatakan:’Maha suci Rabb kami. Janji Rabb kami  pasti terlaksana’. Mereka pun bersujud sambil menangis, dan mereka pun bertambah khusyu’”. (Al-Isra’: 107)

Demikian pula ayat berikut ini, tentang orang-orang yang takut kepada Rabb mereka.

“Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan berupa sebuah kitab yang ayat-ayatnya mutasyabih (serupa satu sama lain) dan berulang-ulang, yang mampu membuat merinding kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka, kemudian kulit dan hati mereka pun menjadi tenang dengan mengingat Allah”. (QS Al-Zumar: 23)

Demikianlah: (( ayat-ayatnya mampu membuat merinding kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka)), ((mereka pun bersujud sambil menangis, dan mereka pun bertambah khusyu’)), ((engkau akan melihat air mata berlinangan mengalir dari mata mereka))… Semua itu merupakan pengaruh yang begitu membekas pada jiwa, menggerakkan perasaan, dan membuat air mata berlinangan. Orang-orang yang beriman begitu nikmat mendengarkannya, lalu bergegas menyambutnya, sebagaimana orang yang tersihir. Sebaliknya, orang-orang yang menyombongkan diri mengatakan,”Sesungguhnya Al-Qur’an itu hanyalah sihir yang dilontarkan”, atau mengatakan,”Janganlah kalian mendengarkan Al-Qur’an  dan abaikanlah agar kalian tidak takluk kepadanya”. Mereka pada dasarnya telah mengakui kemukjizatan Al-Qur’an yang terkalahkan tanpa mereka sadari, atau mereka sadari!
Sumber:www.menaraislam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar